Sejarah Kota Parepare: Dari Pelabuhan Kecil ke Kota Niaga Strategis di Sulawesi Selatan

Pendahuluan

Kota Parepare adalah salah satu kota penting di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak di pesisir barat Pulau Sulawesi, sekitar 155 kilometer sebelah utara Kota Makassar, Parepare memiliki sejarah panjang sebagai pelabuhan niaga dan kota transit yang strategis. Meskipun luas wilayahnya tidak sebesar kota-kota besar lainnya, Parepare memainkan peran signifikan dalam perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di wilayah Indonesia timur.

Nama “Parepare” berasal dari ungkapan dalam bahasa Bugis, yaitu “Bajiki Ni Pare-Pare”, yang berarti “tempat yang baik untuk singgah”. Ungkapan ini sangat menggambarkan karakter geografis dan sejarah kota ini sebagai tempat persinggahan kapal-kapal niaga sejak ratusan tahun yang lalu.

Awal Mula dan Sejarah Pra-Kolonial

Sejak masa lampau, wilayah yang kini menjadi Kota Parepare telah dihuni oleh masyarakat Bugis yang hidup dari pertanian, perikanan, dan perdagangan. Wilayah ini masuk dalam pengaruh Kerajaan Suppa, salah satu kerajaan Bugis tertua yang pernah berdiri di wilayah Sulawesi Selatan. Kerajaan Suppa, bersama dengan kerajaan-kerajaan tetangga seperti Sidenreng, Sawitto, dan Rappang, memiliki hubungan erat dalam bidang sosial dan perdagangan.

Parepare pada masa itu menjadi salah satu pelabuhan kecil yang digunakan oleh para pedagang lokal dan asing, termasuk dari Makassar, Jawa, dan bahkan pedagang dari bangsa Arab dan Tiongkok. Keberadaan pelabuhan ini memudahkan akses terhadap jalur perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya.

Masa Kolonial Belanda

Masuknya Belanda ke Sulawesi Selatan pada abad ke-17 membawa perubahan besar bagi wilayah Parepare. Setelah Perang Makassar dan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya tahun 1667, Belanda secara perlahan mengkonsolidasikan kekuasaan mereka di seluruh wilayah Sulawesi Selatan, termasuk Parepare.

Pada abad ke-19, Parepare mulai berkembang menjadi HONDA138 pos perdagangan yang penting di bawah administrasi Hindia Belanda. Pemerintah kolonial menyadari potensi pelabuhan alami Parepare sebagai titik penghubung antara pedalaman Sulawesi dan jalur pelayaran internasional di Selat Makassar. Untuk mendukung hal tersebut, Belanda mulai membangun fasilitas pelabuhan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya.

Secara administratif, Parepare menjadi bagian dari onderafdeeling di bawah Afdeling Parepare, yang juga mencakup beberapa wilayah tetangga. Aktivitas ekonomi di kota ini semakin meningkat, terutama perdagangan hasil pertanian dan hasil hutan dari daerah Sidenreng, Enrekang, dan sekitarnya.

Parepare di Masa Pergerakan Nasional

Seiring berkembangnya kesadaran nasionalisme di awal abad ke-20, Parepare juga ikut tersentuh oleh semangat perlawanan terhadap kolonialisme. Meskipun tidak sebesar pergerakan di Jawa atau Sumatra, masyarakat Parepare turut mendukung gerakan kemerdekaan, baik melalui organisasi-organisasi pemuda, pendidikan, maupun jalur informal lainnya.

Tokoh-tokoh Bugis dari wilayah Ajatappareng—yang meliputi Parepare dan sekitarnya—ikut terlibat dalam perjuangan nasional. Masyarakat Bugis yang dikenal ulet dan berani, banyak yang turut serta dalam milisi atau laskar rakyat di masa-masa revolusi fisik pasca Proklamasi 1945.

Masa Kemerdekaan dan Status Kota Parepare

Setelah Indonesia merdeka, Parepare ditetapkan sebagai kota administratif pada tahun 1960-an. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur dan lembaga pemerintahan di daerah tersebut. Akhirnya, pada tanggal 2 Februari 1960, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1959, Parepare resmi berstatus sebagai kota madya (sekarang disebut kota), lepas dari Kabupaten Barru.

Sejak saat itu, Parepare terus berkembang sebagai kota pelabuhan dan perdagangan. Pemerintah pusat dan daerah menaruh perhatian pada potensi strategis kota ini sebagai simpul distribusi barang dan jasa di wilayah Sulawesi bagian barat.

Parepare dan B.J. Habibie

Salah satu aspek penting yang menjadikan Parepare dikenal secara nasional adalah karena kota ini merupakan tempat kelahiran Presiden ke-3 Republik Indonesia, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie. Beliau lahir di Parepare pada tanggal 25 Juni 1936.

Habibie adalah simbol kebanggaan masyarakat Parepare dan Sulawesi Selatan secara umum. Warisan pemikiran, kecerdasan, dan dedikasinya terhadap bangsa menjadi inspirasi bagi generasi muda. Untuk menghormati jasa-jasanya, dibangunlah Monumen Cinta Sejati Habibie-Ainun dan Rumahta B.J. Habibie yang kini menjadi destinasi wisata sejarah dan edukasi di kota tersebut.

Perkembangan Kota Parepare di Era Modern

Kini, Kota Parepare terus tumbuh menjadi kota niaga dan jasa yang penting di Sulawesi Selatan. Pemerintah kota fokus pada pengembangan infrastruktur, sektor pariwisata, pendidikan, dan layanan publik. Beberapa program inovatif sempat dikenalkan oleh para wali kota Parepare, salah satunya adalah konsep “Smart City” dan “Green City” yang bertujuan menjadikan Parepare sebagai kota ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pelabuhan Nusantara Parepare saat ini menjadi salah satu pelabuhan utama di wilayah tengah Indonesia yang menghubungkan Makassar, Balikpapan, Palu, dan kota-kota lainnya di kawasan timur.

Selain itu, sektor pariwisata juga mulai dikembangkan, dengan mengedepankan kekayaan budaya Bugis, peninggalan sejarah, serta pesona alam seperti pantai, perbukitan, dan sungai yang mengalir di tengah kota.

Warisan Budaya dan Sosial

Parepare sebagai bagian dari budaya Bugis memiliki tradisi yang kaya. Nilai-nilai siri’ na pacce (harga diri dan solidaritas sosial) masih dijunjung tinggi oleh masyarakat. Kesenian lokal seperti musik tradisional, tarian Bugis, serta adat istiadat pernikahan dan upacara adat lainnya masih lestari di tengah perkembangan kota.

Kota ini juga dikenal sebagai kota religius, dengan banyak pondok pesantren dan lembaga keagamaan yang aktif. Hal ini sejalan dengan karakter masyarakat Bugis yang dikenal sangat menghormati nilai-nilai spiritual dan pendidikan.

Penutup

Sejarah Kota Parepare adalah kisah perjalanan sebuah kota kecil yang tumbuh menjadi simpul penting di kawasan timur Indonesia. Dari pelabuhan singgah kerajaan lokal hingga pelabuhan niaga kolonial, dari tempat kelahiran presiden hingga kota modern yang terus berbenah, Parepare adalah contoh nyata bagaimana sejarah, budaya, dan peran strategis dapat membentuk identitas sebuah kota.

Dengan warisan budaya yang kuat, lokasi geografis yang strategis, serta semangat masyarakat yang dinamis, Parepare terus menatap masa depan sebagai kota yang berdaya saing, namun tetap berakar pada nilai-nilai luhur yang telah diwariskan sejak dahulu kala

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *