Sejarah Kota Makassar: Dari Kerajaan Maritim hingga Kota Metropolitan Timur Indonesia

Makassar adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan dan salah satu kota terbesar di Indonesia bagian timur. Letaknya yang strategis di pesisir barat daya Pulau Sulawesi menjadikannya pelabuhan penting sejak ratusan tahun silam. Kota ini bukan hanya pusat ekonomi dan pendidikan, tapi juga menyimpan sejarah panjang dan kaya yang menjadikannya salah satu daerah paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia.

Artikel ini akan membahas sejarah Kota Makassar secara lengkap, mulai dari masa kerajaan, era kolonial, perjuangan kemerdekaan, hingga Makassar masa kini.


Asal Usul Nama Makassar

Nama “Makassar” memiliki beberapa versi asal-usul. Salah satu versi menyebutkan bahwa kata “Makassar” berasal dari istilah “Mangkasarak” yang dalam bahasa Bugis berarti “tidak mundur” atau “bersifat keras”, mencerminkan karakter masyarakatnya yang gigih dan berani.

Sebelum dikenal dengan nama Makassar, wilayah ini memiliki beberapa nama seperti Ujung Pandang, yang merujuk pada benteng peninggalan kerajaan, serta Tallo dan Gowa, dua kerajaan penting yang menjadi cikal bakal berdirinya kota ini.


Masa Kerajaan Gowa-Tallo

Sejarah Makassar tidak bisa dipisahkan dari kejayaan Kerajaan Gowa dan Tallo, dua kerajaan kembar yang akhirnya bersatu dan menjadi kekuatan besar di wilayah timur Nusantara.

  • Kerajaan Gowa berdiri sekitar abad ke-14 dan dikenal sebagai kerajaan agraris di wilayah dataran tinggi.
  • Kerajaan Tallo, yang merupakan kerajaan pesisir, fokus pada kegiatan maritim dan perdagangan.

Pada awal abad ke-17, kedua kerajaan ini bersatu dan membentuk kekuatan besar dengan ibukota di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Makassar. Raja yang memimpin saat itu adalah Sultan Alauddin, penguasa Gowa yang pertama kali memeluk Islam pada tahun 1605, dan sejak saat itu Islam menjadi agama resmi kerajaan.

Kerajaan Gowa-Tallo menjadikan Makassar sebagai pusat perdagangan, pelayaran, dan penyebaran agama Islam di kawasan timur Indonesia. Pelabuhan Makassar ramai didatangi oleh pedagang dari Arab, India, Tiongkok, serta dari kerajaan-kerajaan lain di Nusantara seperti Maluku dan Jawa.


Benteng Rotterdam dan Kedatangan Belanda

Kejayaan Gowa-Tallo menarik perhatian bangsa Eropa. Belanda, melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), ingin menguasai jalur rempah-rempah di wilayah timur Indonesia. Namun, Makassar yang dikuasai Gowa menolak monopoli perdagangan VOC.

Konflik pun tak terhindarkan. Perang Makassar (1666–1669) terjadi antara Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin melawan pasukan VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Sultan Hasanuddin dikenal sebagai tokoh pejuang yang gigih dan dijuluki “Ayam Jantan dari Timur” karena keberaniannya.

Sayangnya, setelah pertempuran sengit, Gowa harus mengakui kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya (1667). Salah satu isi perjanjian adalah membiarkan VOC mendirikan benteng di Makassar, yang kemudian dikenal sebagai Benteng Rotterdam (awalnya bernama Benteng Ujung Pandang).

Benteng ini menjadi pusat kekuasaan VOC di Sulawesi Selatan dan simbol awal kolonialisasi Belanda di wilayah tersebut. Hingga kini, Benteng Rotterdam masih berdiri dan menjadi salah satu ikon wisata sejarah Makassar.


Masa Penjajahan dan Perlawanan Rakyat

Setelah menguasai Makassar, Belanda mulai mengatur sistem perdagangan dan pemerintahan kolonial. Mereka mengangkat pejabat lokal dari kalangan bangsawan yang dianggap loyal. Namun, tidak semua rakyat menerima kekuasaan asing begitu saja.

Sepanjang abad ke-18 hingga ke-20, berbagai perlawanan rakyat terjadi. Di antaranya adalah perjuangan tokoh seperti:

  • Karaeng Bonto Marannu dari Jeneponto
  • La Maddukelleng dari Wajo
  • Haji Saleh Daeng Serang yang memimpin pemberontakan rakyat

Perlawanan ini menjadi cermin semangat anti-kolonialisme masyarakat Sulawesi Selatan, terutama yang bermukim di sekitar Makassar.


Masa Kemerdekaan dan Peristiwa Westerling

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, Makassar mengalami masa transisi yang penuh gejolak. Belanda mencoba kembali menguasai Indonesia, termasuk Sulawesi, melalui agresi militer dan operasi militer non-resmi.

Salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah Makassar terjadi pada tahun 1946–1947, saat Raymond Westerling, seorang kapten tentara Belanda, memimpin pasukan khusus KNIL dalam aksi brutal yang dikenal sebagai Peristiwa Pembantaian Westerling atau “Peristiwa Sulawesi Selatan”.

Dalam operasi yang disebut “rasi”, ribuan rakyat sipil tak bersenjata dibunuh dengan tuduhan membantu gerakan kemerdekaan. Angka korban diperkirakan mencapai 40.000 orang, meski data pastinya masih menjadi perdebatan.

Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Makassar dan sekitarnya, namun juga memperkuat tekad untuk merdeka sepenuhnya dari penjajahan.


Makassar di Masa Orde Baru

Setelah Indonesia merdeka secara utuh, Makassar ditetapkan HONDA138 sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Pada masa Orde Baru (1966–1998), kota ini mengalami modernisasi besar-besaran.

Berbagai infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, bandara, dan pusat perdagangan dibangun. Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar menjadi pelabuhan terbesar di Indonesia timur. Selain itu, Bandara Hasanuddin menjadi penghubung utama transportasi udara untuk wilayah timur Indonesia.

Pendidikan dan kesehatan juga berkembang pesat dengan berdirinya universitas-universitas seperti:

  • Universitas Hasanuddin (Unhas)
  • Universitas Negeri Makassar (UNM)
  • Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar Masa Kini: Kota Metropolitan Timur Indonesia

Sejak memasuki era Reformasi, Makassar mengalami perkembangan pesat dalam berbagai sektor. Pemerintah daerah mendorong investasi, pariwisata, dan teknologi. Kota ini pun dijuluki sebagai “Gerbang Indonesia Timur” karena perannya sebagai pusat distribusi dan logistik untuk kawasan timur.

Beberapa proyek modern yang menunjukkan transformasi Makassar antara lain:

  • Trans Studio Makassar, salah satu indoor theme park terbesar di Asia Tenggara.
  • Center Point of Indonesia (CPI), proyek reklamasi untuk kawasan bisnis dan pariwisata.
  • Waterfront City Losari, pengembangan wilayah pesisir untuk wisata dan komersial.
  • Smart City Project, yang menerapkan teknologi digital dalam pelayanan publik.

Di sisi budaya, Makassar tetap mempertahankan identitasnya yang kuat. Tradisi Bugis-Makassar seperti perahu phinisi, upacara adat, dan kuliner khas seperti coto Makassar, konro, dan pallubasa terus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern.


Penutup

Sejarah Kota Makassar adalah cermin dari kekayaan budaya dan perjuangan panjang bangsa Indonesia. Dari kerajaan maritim Gowa-Tallo yang tangguh, perlawanan heroik Sultan Hasanuddin, tragedi penjajahan Belanda, hingga transformasi menjadi kota modern—semua membentuk karakter Makassar yang kuat dan penuh semangat.

Hari ini, Makassar bukan hanya pusat ekonomi dan logistik, tetapi juga pusat sejarah, budaya, dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Kota ini membuktikan bahwa kemajuan tidak harus melupakan akar sejarah, dan tradisi dapat berjalan berdampingan dengan modernitas.

Dengan semangat “Sipakatau” (saling memanusiakan), Makassar terus melangkah sebagai salah satu kota terpenting di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *