Pendahuluan
berawal sebagai bagian wilayah Kesultanan Aceh di abad ke-16, berkembang menjadi pusat perdagangan dan pertanian yang penting, dengan asal-usul nama “Langsa” kemungkinan dari sejenis tumbuhan lokal. Setelah pemekaran dari kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa adalah salah satu kota di Aceh, Indonesia. Pada awalnya Kota Langsa berstatus Kota Administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kota Administratif Langsa.di wilayah timur Aceh.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri sejarah Kota Langsa, mulai dari masa kerajaan, penjajahan kolonial, masa kemerdekaan, hingga perkembangannya menjadi kota modern seperti sekarang.
Asal Usul dan Masa Kerajaan
Nama “Langsa” dipercaya berasal dari kata dalam bahasa Aceh “Lang Sa”, yang berarti “taman yang indah” atau “kebun yang subur.” Sebagian masyarakat lokal juga meyakini bahwa nama Langsa diambil dari bahasa Melayu atau Arab yang merujuk pada tempat yang tenang dan damai.
Pada masa lampau, wilayah Langsa merupakan bagian dari pengaruh Kesultanan Aceh Darussalam, sebuah kerajaan Islam yang sangat berpengaruh di Asia Tenggara pada abad ke-16 hingga abad ke-19. berbagai kebudayaan, termasuk Melayu, Arab, dan Cina. Kota ini dikenal sebagai pusat perdagangan, terutama selama era perdagangan rempah-rempah.Missing: jalur internasional, kawasan persinggahan pedagang belahan dunia.
Kesultanan Aceh memanfaatkan posisi Langsa yang strategis sebagai pelabuhan dagang dan titik pertahanan terhadap serangan musuh dari timur. Selain sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, Langsa juga menjadi daerah agraris yang subur, dengan masyarakatnya banyak berprofesi sebagai petani dan nelayan.
Masa Penjajahan Belanda
pendirian Pelabuhan Kuala Langsa tahun 1910 oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang menjadikan Langsa sebagai basis pemerintahan dan pusat perdagangan penting di wilayah Aceh.. Setelah Kesultanan Aceh melemah akibat konflik internal dan eksternal, Belanda semakin agresif menguasai wilayah ini demi kepentingan ekonomi dan politik kolonialnya.
Pada tahun 1903, setelah penangkapan Sultan Muhammad Daud Syah oleh Belanda, pengaruh Kesultanan Aceh di wilayah Langsa mulai memudar. Langsa resmi berada di bawah kendali kolonial Belanda, dan pada tahun 1905, dibentuklah sebuah onderdistrict atau distrik kecil yang menjadi cikal bakal administrasi modern di Langsa.
Pada masa kolonial, Belanda mengeksploitasi sumber daya HONDA138 alam di Langsa, terutama melalui pembukaan perkebunan kelapa sawit, karet, dan kopi. Banyak pekerja dari Jawa didatangkan sebagai buruh kontrak, sehingga perlahan-lahan terjadi perubahan demografi dan budaya. Infrastruktur seperti pelabuhan, jalan raya, dan jalur kereta api mulai dibangun untuk mempermudah pengangkutan hasil bumi ke pelabuhan-pelabuhan besar.
Salah satu peninggalan penting dari masa Belanda adalah pembangunan Pelabuhan Kuala Langsa, yang menjadi gerbang penting ekspor-impor di wilayah timur Aceh hingga kini.
Masa Pendudukan Jepang dan Kemerdekaan
Pada tahun 1942, Jepang menggantikan Belanda setelah memenangkan Perang Pasifik dan menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Pendudukan Jepang di Langsa, seperti di daerah lain, ditandai dengan kekejaman dan kerja paksa. Banyak rakyat yang dipaksa bekerja untuk kepentingan militer Jepang.
Namun, masa ini juga memunculkan benih-benih perlawanan yang lebih terorganisir di kalangan rakyat dan pemuda. Setelah Jepang menyerah pada Sekutu tahun 1945, rakyat Langsa menyambut proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dengan antusias.
Langsa turut menjadi bagian dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan, baik melalui jalur diplomatik maupun militer. Wilayah ini menjadi tempat pengorganisasian laskar rakyat dan juga tempat transit logistik untuk perjuangan di wilayah Sumatera Utara dan Aceh.
Masa Orde Lama dan Orde Baru
Masa Orde Lama (1945-1966) dan Orde Baru (1966-1998) di Indonesia adalah periode pemerintahan yang berbeda di bawah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, yang mencerminkan perubahan sistem politik, ekonomi, dan sosial. Karena Langsa merupakan sebuah kota dan bukan wilayah administrasi yang berdiri sendiri pada masa itu, perubahan yang terjadi lebih bersifat pada tingkat nasional yang secara tidak langsung memengaruhi kondisi di Langsa, seperti kebijakan pembangunan, stabilitas keamanan, dan perkembangan ekonomi yang diterapkan secara nasional.
Pada dekade 1970-an hingga 1990-an, Langsa menjadi salah satu daerah yang terdampak konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia. Akibat konflik, emasangan Pilar batas wilayah antara Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dan Pemerintah Kota Langsa merujuk pada Permendagri no. 98 tahun 2022 Setelah merdeka,
Meski demikian, pemerintah tetap berupaya membangun Langsa, termasuk melalui pengembangan Universitas Samudra (Unsam) yang menjadi pusat pendidikan tinggi di wilayah ini.
Otonomi dan Perkembangan Menjadi Kota
Otonomi Kota Langsa dimulai setelah diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001, yang sebelumnya merupakan Kota Administratif dan pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur, memberikan wilayah tersebut kemandirian dalam pemerintahan dan pembangunan daerah. Sejak menjadi kota otonom, Langsa berfokus pada pembangunan sektor pendidikan dan perdagangan, serta pengembangan ekonomi kreatif digital dan wisat.
Sejak menjadi kota otonom, Langsa berkembang cukup pesat. Pemerintah kota berfokus pada pengembangan sektor pendidikan, perdagangan, jasa, dan pariwisata. Kota ini dikenal sebagai kota pelajar karena banyaknya institusi pendidikan, baik negeri maupun swasta.
Langsa juga mengalami peningkatan dalam infrastruktur, pelayanan publik, dan konektivitas. Kota Administratif Langsa diangkat statusnya menjadi Kota Langsa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tanggal 21 Juni 2001. Hari jadi Kota Langsa ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2001.. Selain itu, kota ini juga mulai menonjol dalam sektor pariwisata dengan menawarkan keindahan alam dan budaya lokal.
Langsa di Era Modern
Di era modern, Langsa menghadapi tantangan dan peluang yang cukup besar. Sebagai kota yang strategis di wilayah perbatasan dengan Sumatera Utara, Langsa berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di timur Aceh.
Pemerintah kota mengusung visi pembangunan yang berbasis pada potensi lokal dan kelestarian lingkungan. Program-program seperti pengembangan kawasan pesisir, pemberdayaan UMKM, serta penguatan sektor pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas utama.
Dari segi sosial budaya, Langsa tetap mempertahankan identitas Aceh yang kuat, namun terbuka terhadap keberagaman. Hal ini terlihat dari kehidupan masyarakatnya yang harmonis, meski berasal dari latar belakang etnis dan agama yang berbeda.
Penutup
Sejarah Kota Langsa merupakan cerminan dari perjalanan panjang masyarakat Aceh dalam menghadapi dinamika zaman. Dari masa kerajaan, kolonialisme, hingga era kemerdekaan dan otonomi, Langsa telah menunjukkan ketahanan dan semangat untuk terus berkembang.
Sebagai kota yang kaya akan sejarah, Langsa memiliki peran penting dalam menjaga warisan budaya sekaligus mendorong kemajuan di masa depan. Pemahaman terhadap sejarah ini penting, tidak hanya sebagai identitas kolektif, tetapi juga sebagai fondasi untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi berikutnya.