Kota Dumai adalah salah satu kota penting di Provinsi Riau yang terletak di pesisir timur Pulau Sumatera. Saat ini, Dumai dikenal sebagai kota industri, terutama di sektor minyak dan gas, serta sebagai salah satu pelabuhan strategis di Indonesia

Asal Usul Nama Dumai
Konon, putri ini memiliki tujuh orang saudara perempuan yang tinggal di sebuah kawasan pesisir yang kini dikenal sebagai Dumai. Keindahan sang putri memikat hati banyak pangeran dan bangsawan, sehingga banyak yang datang untuk meminangnya. Namun, perebutan cinta tersebut menimbulkan peperangan yang akhirnya menewaskan Putri Tujuh. Dari kisah ini lahirlah nama Dumai, yang berasal dari kata “Du” yang berarti dua dan “Mai” yang berarti datang atau mendekat, merujuk pada banyaknya orang yang datang ke wilayah tersebut.
Selain legenda tersebut, ada pula pendapat yang menyebutkan bahwa nama Dumai berasal dari istilah “duamai” yang berarti kedamaian. Hal ini menggambarkan harapan masyarakat pesisir agar wilayah ini menjadi tempat yang damai untuk hidup dan berdagang.
Dumai pada Masa Kerajaan Melayu
Pada masa itu, Dumai hanyalah sebuah perkampungan kecil yang dihuni oleh masyarakat nelayan dan petani. Namun, letaknya yang strategis di pesisir Selat Rupat menjadikannya memiliki nilai penting dalam perdagangan.
Dumai termasuk jalur pelayaran yang ramai dilalui kapal-kapal dari berbagai daerah, baik dari Sumatera maupun Semenanjung Malaya. Komoditas yang diperdagangkan antara lain hasil laut, hasil hutan, serta rempah-rempah. Aktivitas perdagangan ini membuat Dumai mulai dikenal oleh pedagang asing, termasuk dari India, Arab, dan Cina.
Pengaruh Islam di Dumai
Islam masuk ke Dumai melalui jalur perdagangan pada abad ke-14 hingga ke-15. Para pedagang Muslim yang datang dari Gujarat, Arab, dan Aceh membawa ajaran Islam ke masyarakat pesisir. Proses islamisasi berlangsung damai melalui pernikahan dan hubungan dagang. Sejak itu, masyarakat Dumai mulai memeluk agama Islam dan meninggalkan kepercayaan animisme serta pengaruh Hindu-Buddha.
Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam besar yang berkuasa di sebagian besar wilayah Riau. Kesultanan Siak berperan penting dalam mengatur perdagangan dan menyebarkan ajaran Islam di pesisir timur Sumatera, termasuk Dumai.
Dumai pada Masa Penjajahan Belanda
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-20, Belanda mulai menguasai wilayah pesisir Sumatera, termasuk Riau. Dumai yang memiliki pelabuhan alami menjadi incaran karena potensi ekonominya. Belanda menjadikan Dumai sebagai salah satu titik pengawasan dan jalur distribusi hasil bumi, terutama karet, kelapa, dan hasil hutan.
Pada masa kolonial, Dumai masih berupa kampung kecil dengan jumlah penduduk terbatas. Namun, aktivitas pelabuhan mulai meningkat karena kebutuhan ekspor komoditas ke luar negeri. Meskipun demikian, masyarakat lokal tetap mempertahankan adat istiadat dan tradisi Melayu.
Peran Strategis Dumai di Era Perjuangan Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Dumai ikut terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.. Pada masa agresi militer Belanda, daerah Riau termasuk Dumai menjadi medan pertempuran untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
Setelah pengakuan kedaulatan pada tahun 1949, Dumai menjadi bagian dari HONDA138 Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Dumai saat itu masih berupa kota kecil dengan perekonomian yang bertumpu pada sektor perikanan dan perdagangan lokal.
Lahirnya Kota Dumai
Perubahan besar terjadi ketika cadangan minyak bumi ditemukan di wilayah Dumai dan sekitarnya. Penemuan ini membawa Dumai memasuki babak baru sebagai kota industri. Pada tahun 1970-an, pemerintah Indonesia melalui PT Pertamina membangun kilang minyak di Dumai. Pembangunan ini menjadikan Dumai sebagai salah satu pusat pengolahan minyak bumi di Sumatera.
Status ini kemudian meningkat menjadi Kota Madya Dumai pada 20 April 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999. Sejak saat itu, Dumai resmi menjadi kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Bengkalis.
Dumai di Era Modern
Kini, Dumai berkembang pesat sebagai kota industri dan perdagangan. Kilang minyak Pertamina menjadi ikon utama kota ini, menjadikannya salah satu penghasil devisa terbesar bagi negara.
Selain sektor industri, Dumai juga mulai mengembangkan pariwisata. Beberapa objek wisata menarik di Dumai antara lain Pantai Marina, Pantai Purnama, Danau Bunga Tujuh, dan wisata hutan mangrove.
Kondisi Sosial dan Budaya Dumai
Sebagai kota pelabuhan, Dumai memiliki masyarakat yang multikultural. Keanekaragaman ini menciptakan harmoni sosial yang unik. Meski berbeda latar belakang, masyarakat Dumai hidup berdampingan dengan nilai toleransi yang tinggi.
Bahasa Melayu Riau menjadi bahasa sehari-hari masyarakat, meskipun bahasa Indonesia tetap digunakan secara luas. Islam menjadi agama mayoritas, dan masjid-masjid banyak berdiri megah di berbagai sudut kota.
Kesimpulan
Dari masa Kerajaan Melayu, pengaruh Kesultanan Siak, penjajahan Belanda, perjuangan kemerdekaan, hingga modernisasi, Dumai selalu memainkan peran penting dalam perekonomian dan geopolitik Indonesia.
Kini, Dumai bukan hanya pusat industri minyak, tetapi juga kota yang kaya akan budaya Melayu dan potensi wisata. Dengan letaknya yang strategis di pesisir Selat Malaka, Dumai akan terus berkembang sebagai kota modern tanpa melupakan akar sejarah dan budayanya.