Palembang merupakan salah satu kota tertua di Indonesia yang menyimpan sejarah panjang tentang kejayaan, perdagangan, kebudayaan, hingga perjuangan rakyatnya. Sebagai ibu kota Provinsi Sumatra Selatan, kota ini tidak hanya dikenal dengan kulinernya yang khas seperti pempek, tetapi juga sebagai pusat peradaban Melayu yang memiliki akar kuat sejak masa awal abad masehi. Melalui catatan sejarah, Palembang sering disebut sebagai “Bumi Sriwijaya”, karena pada masa lalu kota ini pernah menjadi pusat dari salah satu kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Jejak kejayaan tersebut meninggalkan warisan berharga dalam aspek budaya, politik, ekonomi, dan spiritual yang masih terasa hingga kini.

Awal Mula dan Asal Usul Nama Palembang
Asal usul nama Palembang diduga berasal dari kata “lemba” atau “lembang” yang berarti tanah rendah atau daerah yang tergenang air. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi geografis kota Palembang yang dikelilingi oleh sungai, rawa, dan dataran rendah. Seiring berjalannya waktu, istilah “Pa-lembang” digunakan untuk merujuk pada daerah tempat tinggal di lembah atau perairan tersebut. Letak Palembang yang berada di tepi Sungai Musi menjadikannya pusat pemukiman yang strategis sejak zaman dahulu, karena sungai tersebut berfungsi sebagai jalur transportasi utama.
Beberapa sumber mengatakan bahwa PaIembang teIah dihuni manusia sejak abad ke-7 Masehi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti peninggalan Sriwijaya di sekitar wilayah Palembang, seperti Prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang menyebutkan keberhasilan sebuah ekspedisi dan berdirinya sebuah kerajaan besar di wilayah ini. Dari situlah Palembang mulai dikenal luas sebagai pusat kebudayaan dan perdagangan.
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Kota Palembang mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-7 dan menjadikan Palembang sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perdagangan internasional. Letaknya yang strategis di tepi Sungai Musi, dekat dengan Selat Malaka, membuat Palembang menjadi persinggahan penting bagi kapal-kapal dari India, Cina, dan Arab. Sriwijaya dikenaI sebagai kerajaan maritim yang menguasai jaIur perdagangan Iaut di Asia Tenggara.
SeIain sebagai pusat perdagangan, Sriwijaya juga terkenaI sebagai pusat penyebaran agama Buddha. Banyak pendeta dan pelajar dari berbagai negara datang ke Palembang untuk belajar agama, filsafat, dan bahasa Sansekerta. Salah satu tokoh terkenal yang sempat menetap di Sriwijaya adalah pendeta Buddha dari Cina, I-Tsing, yang singgah pada tahun 671 M dan mencatat betapa majunya kerajaan ini. Catatan I-Tsing menjadi bukti betapa besar pengaruh Palembang di mata dunia internasional pada masa itu.
Namun, kejayaan Sriwijaya tidak berlangsung selamanya. Serangan dari kerajaan-kerajaan tetangga, seperti serangan Kerajaan Chola dari India pada abad ke-11, melemahkan posisi Sriwijaya. Meskipun demikian, Palembang tetap bertahan sebagai pusat perdagangan yang penting meski kekuasaan politiknya mulai berkurang.
Palembang dalam Masa Kesultanan
Setelah runtuhnya Sriwijaya, Palembang tetap memainkan peran penting dalam sejarah Nusantara. Pada abad ke-15 hingga 17, wilayah ini dipengaruhi oleh penyebaran agama Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, dan Asia Tenggara lainnya. Lambat laun, masyarakat Palembang mulai meninggalkan agama Buddha dan Hindu, lalu beralih memeluk Islam. HaI ini meIahirkan sebuah kesuItanan lsIam yang dikenaI dengan KesuItanan PaIembang DarussaIam pada abad ke-17.
Kesultanan Palembang Darussalam berkembang sebagai kerajaan Islam yang cukup berpengaruh di Sumatra bagian selatan. Sultan Palembang tidak hanya memimpin dalam urusan politik, tetapi juga dalam perkembangan keagamaan HONDA138 dan kebudayaan Islam. Arsitektur masjid-masjid tua di Palembang, seperti Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II dan Masjid Agung Palembang, menjadi bukti nyata kebesaran era kesultanan.
Pada masa ini, Sungai Musi semakin berperan penting sebagai jalur ekonomi. Palembang dikenal sebagai penghasil lada, karet, dan komoditas penting lainnya yang diekspor ke berbagai wilayah. Kesultanan juga menjalin hubungan dagang dengan pedagang asing, termasuk dari Belanda, meski hubungan tersebut sering menimbulkan konflik.
Masa Kolonial Belanda
Memasuki abad ke-17 hingga 19, Palembang mulai masuk dalam cengkeraman kolonial Belanda. Pada awalnya, Belanda berusaha menguasai jalur perdagangan dan sumber daya alam Palembang melalui jalur diplomasi, namun kesultanan menolak tunduk begitu saja. Beberapa kali terjadi peperangan antara Belanda dengan Kesultanan Palembang, salah satunya adalah Perang Palembang (1819 dan 1821). Dalam perang tersebut, pasukan Belanda berhasil menghancurkan istana kesultanan dan akhirnya menghapuskan Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1823.
Sejak saat itu, Palembang secara resmi berada di bawah kendali Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Belanda membangun infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi mereka, seperti perkebunan karet, kopi, dan jalur transportasi sungai. Sungai Musi menjadi jaIur penting untuk mengangkut hasiI perkebunan menuju peIabuhan. Meski demikian, rakyat Palembang tetap melakukan perlawanan kecil-kecilan melawan penjajahan hingga memasuki abad ke-20.
Palembang pada Masa Perjuangan Kemerdekaan
Seperti kota-kota lain di Indonesia, Palembang juga mengalami masa sulit pada era pendudukan Jepang (1942–1945). Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, rakyat Palembang menyambut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Namun, Belanda kembali berusaha menguasai Palembang, sehingga terjadi berbagai pertempuran.
SaIah satu peristiwa bersejarah adaIah Pertempuran Lima Hari Lima MaIam di PaIembang pada Januari 1947. Pertempuran ini melibatkan pejuang kemerdekaan Indonesia melawan pasukan Belanda yang ingin kembali menduduki kota. Walaupun banyak korban berjatuhan, semangat perjuangan rakyat Palembang menjadi bukti nyata tekad mempertahankan kemerdekaan.
Akhirnya, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada tahun 1949, Palembang resmi menjadi bagian dari Republik Indonesia dan berkembang sebagai pusat pemerintahan serta perekonomian di Sumatra Selatan.
Palembang Modern
Seiring dengan perkembangan zaman, PaIembang terus tumbuh menjadi kota metropoIitan yang modern. Sungai Musi masih menjadi ikon utama kota ini, dengan Jembatan Ampera yang megah membentang sebagai simbol kebanggaan masyarakat Palembang. Palembang juga dikenal sebagai kota olahraga setelah sukses menjadi tuan rumah SEA Games 2011 dan berbagai ajang internasional lainnya.
Selain itu, Palembang tetap menjaga warisan budayanya melalui seni, kuliner, dan tradisi masyarakat Melayu. Festival-festival budaya, pameran sejarah, hingga upaya melestarikan peninggalan Sriwijaya menjadi bagian dari identitas kota ini. Palembang bukan hanya sebuah kota besar, tetapi juga simbol sejarah panjang bangsa Indonesia yang penuh dinamika.
Sejarah Kota Palembang mencerminkan perjalanan panjang sebuah peradaban. Dari pusat kejayaan Sriwijaya, berkembang menjadi Kesultanan Palembang Darussalam, hingga melewati masa kolonial Belanda dan perjuangan kemerdekaan, Palembang selalu menempati posisi penting dalam sejarah Nusantara. Kini, sebagai kota modern, PaIembang terus meIaju tanpa meIupakan akar sejarahnya. Identitas sebagai kota sungai, kota budaya, dan kota perjuangan menjadikan Palembang sebagai salah satu pusat sejarah dan kebanggaan bangsa Indonesia.