Kota Probolinggo adalah salah satu kota penting di Jawa Timur yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa. Kota ini terkenal dengan julukan “Kota Bayuangga” dan memiliki sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri. Dari asal-usul namanya yang penuh makna, keterkaitannya dengan kerajaan-kerajaan besar di Jawa, hingga perannya pada masa kolonial, Probolinggo telah melewati berbagai fase sejarah yang membentuk identitasnya hingga saat ini.

Asal Usul Nama Probolinggo
Nama Probolinggo diyakini berasal dari gabungan kata “Prabu” dan “Linggih” yang berarti “tempat tinggal raja.” Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa nama ini berasal dari kata “Praba” (cahaya) dan “Lingga” (lambang kekuasaan atau tugu), yang secara filosofis bermakna pusat kekuasaan yang bersinar.
Dalam cerita rakyat setempat, konon Probolinggo dahulu adalah wilayah yang memiliki pemimpin dengan kekuasaan besar dan dihormati. Kata “Probo” dalam bahasa Jawa kuno juga sering dikaitkan dengan arti “kebaikan” atau “kemuliaan.” Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal, daerah ini dipandang sebagai tempat yang penting dan strategis.
Jejak Sejarah Awal
Wilayah Probolinggo sudah dihuni manusia sejak masa prasejarah. Bukti arkeologis berupa temuan artefak batu dan peralatan rumah tangga kuno menunjukkan bahwa daerah ini pernah menjadi lokasi permukiman kuno. Selain itu, posisi geografis Probolinggo yang berada di tepi pantai menjadikannya lokasi strategis untuk aktivitas perdagangan.
Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, Probolinggo merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri, kemudian Singasari, dan akhirnya Majapahit. Sebagai kota yang berada di jalur perdagangan, Probolinggo menjadi tempat persinggahan pedagang yang melakukan transaksi hasil bumi dan hasil laut. Kehidupan masyarakatnya pun berkembang pesat dengan pengaruh budaya Jawa klasik yang masih dapat dirasakan hingga kini.
Pengaruh Kerajaan Majapahit
Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, Probolinggo memiliki posisi yang cukup penting. Wilayah ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil rempah dan hasil pertanian, terutama tebu yang menjadi komoditas berharga pada masa itu. Selain itu, letaknya yang strategis di jalur pesisir utara Pulau Jawa menjadikannya salah satu pintu masuk ke daerah pedalaman Jawa Timur.
Dalam catatan sejarah, Majapahit menempatkan pejabat-pejabatnya untuk mengelola wilayah ini. Keberadaan pura dan struktur kuno di beberapa desa sekitar Probolinggo mengindikasikan bahwa agama Hindu dan Buddha berkembang dengan baik sebelum masuknya Islam.
Masuknya Islam dan Perkembangan Budaya
Agama Islam mulai masuk ke Probolinggo sekitar abad ke-15 melalui jalur perdagangan dan dakwah para wali. Salah satu tokoh yang dikenal dalam penyebaran Islam di wilayah ini adalah Sunan Giri dan pengikutnya. Islamisasi masyarakat Probolinggo berlangsung secara damai, sehingga budaya lokal tidak hilang sepenuhnya, tetapi berpadu dengan nilai-nilai Islam.
Masjid-masjid kuno di sekitar Probolinggo menjadi bukti masuknya Islam HONDA138 pada masa itu. Tradisi keagamaan yang masih dilestarikan hingga sekarang, seperti tahlilan, slametan, dan perayaan Maulid Nabi, menunjukkan kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat.
Probolinggo pada Masa Kolonial Belanda
Memasuki abad ke-18, Belanda mulai memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, termasuk Probolinggo. Hal ini membuat Belanda memiliki kendali penuh terhadap wilayah ini.
Pada masa kolonial, Probolinggo berkembang menjadi salah satu pusat perkebunan tebu dan pengolahan gula. Komoditas gula dari Probolinggo diekspor ke berbagai negara melalui pelabuhan yang ada di kawasan pesisir. Hal ini menjadikan kota ini memiliki peran penting dalam perekonomian kolonial Belanda.
Namun, kebijakan kolonial yang menindas memicu perlawanan rakyat. Salah satu peristiwa penting yang terjadi di Probolinggo adalah pemberontakan rakyat melawan penguasa kolonial akibat penindasan dalam sistem tanam paksa. Perlawanan tersebut menunjukkan bahwa semangat perjuangan masyarakat Probolinggo tidak pernah padam.
Probolinggo di Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia, termasuk Probolinggo. Masa pendudukan Jepang membawa penderitaan bagi rakyat karena mereka dipaksa menjadi romusha dan menderita akibat kekurangan pangan. Jepang juga memanfaatkan wilayah Probolinggo sebagai basis logistik karena letaknya yang strategis di pesisir.
Meskipun demikian, semangat perlawanan tetap ada. Para pemuda dan tokoh masyarakat Probolinggo ikut berjuang dalam organisasi bawah tanah untuk mendukung perjuangan kemerdekaan.
Probolinggo Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Probolinggo menjadi salah satu kota yang mengalami masa-masa sulit mempertahankan kemerdekaan. Belanda yang ingin kembali berkuasa memicu pertempuran di berbagai daerah, termasuk Probolinggo.
Pembangunan dan Perkembangan Modern
Kini, Probolinggo menjadi salah satu kota penting di Jawa Timur dengan sektor ekonomi yang beragam, mulai dari perdagangan, perikanan, hingga pariwisata. Kota ini terkenal dengan komoditas buah mangga dan anggur, serta memiliki potensi wisata alam seperti Gunung Bromo yang menjadi ikon pariwisata dunia.
Selain itu, Probolinggo memiliki pelabuhan penting yang menunjang aktivitas perdagangan antar pulau. Kehidupan masyarakatnya juga semakin modern, meskipun tradisi budaya Jawa masih tetap dilestarikan.
Warisan Budaya dan Identitas Kota
Salah satu tradisi yang terkenal adalah “Tari Tengger” yang berasal dari masyarakat sekitar Gunung Bromo. Selain itu, bangunan-bangunan bersejarah seperti masjid kuno dan peninggalan kolonial masih dapat ditemukan di beberapa sudut kota, menjadi pengingat akan perjalanan panjang sejarah Probolinggo.
Kesimpulan
Sejarah Kota Probolinggo adalah kisah tentang perubahan dan adaptasi. Dari permukiman kuno, pusat perdagangan kerajaan, kota perkebunan pada masa kolonial, hingga menjadi kota modern yang dinamis, Probolinggo telah melalui berbagai fase penting. Letaknya yang strategis di pesisir utara Pulau Jawa menjadikannya kota dengan peran vital sejak masa lalu hingga sekarang.
Dengan perpaduan antara modernitas dan warisan budaya yang kuat, Probolinggo terus melangkah maju sebagai kota yang tidak melupakan sejarahnya. Jejak-jejak masa lalu yang masih terjaga menjadi identitas yang memperkaya kehidupan masyarakat, sekaligus menjadi daya tarik bagi generasi mendatang.