Surabaya adalah salah satu kota terbesar di Indonesia sekaligus ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kota ini dikenal sebagai “Kota Pahlawan” karena perannya yang sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, khususnya dalam peristiwa heroik 10 November 1945. Namun, sejarah Surabaya jauh lebih panjang dari sekadar momen tersebut. Surabaya menyimpan kisah yang kaya, mulai dari legenda, kerajaan, kolonialisme, hingga menjadi kota metropolitan modern yang kita kenal sekarang.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas sejarah Kota Surabaya secara lengkap: dari masa awal, era kerajaan, masa penjajahan, hingga pasca-kemerdekaan.
Asal Usul Nama Surabaya
Nama Surabaya dipercaya berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “sura” yang berarti ikan hiu, dan “baya” yang berarti buaya. Konon, nama ini berasal dari legenda pertempuran antara dua hewan besar—seekor hiu dan buaya—yang berebut wilayah kekuasaan di muara sungai Brantas. Pertarungan itu dianggap sebagai simbol dari keberanian dan kekuatan.
Legenda ini diabadikan dalam lambang kota Surabaya yang menampilkan gambar hiu dan buaya saling berhadapan. Selain menjadi kisah rakyat, simbol ini juga mencerminkan semangat masyarakat Surabaya yang keras, berani, dan pantang menyerah.
Masa Kerajaan dan Perdagangan
Surabaya sudah dikenal sebagai pelabuhan penting sejak abad ke-10 Masehi. Pada masa itu, wilayah ini termasuk bagian dari kerajaan-kerajaan besar seperti Kahuripan, Kediri, dan Majapahit. Karena letaknya yang strategis di tepi Selat Madura dan dekat dengan muara Sungai Brantas, Surabaya berkembang sebagai pusat perdagangan dan pelayaran.
Menurut catatan sejarah, pada masa Kerajaan Majapahit, Surabaya berfungsi sebagai pelabuhan dagang yang menghubungkan kerajaan dengan daerah pesisir dan luar negeri. Barang-barang seperti rempah-rempah, kain, hasil bumi, dan logam diperdagangkan di sini. Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa Surabaya memiliki sistem pemerintahan sendiri dan dipimpin oleh seorang adipati.
Salah satu tokoh penting pada masa itu adalah Adipati Jayengrono, yang dikenal sebagai penguasa Surabaya pada abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Ia merupakan figur penting dalam mempertahankan Surabaya dari serangan Kesultanan Demak, yang saat itu mulai meluaskan kekuasaannya ke wilayah Jawa Timur.
Masa Penjajahan Belanda
Pada awal abad ke-17, Surabaya mulai mendapat perhatian dari bangsa Eropa, khususnya Belanda yang datang melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Surabaya adalah salah satu kota terakhir di Jawa yang berhasil dikuasai Belanda, karena perlawanan masyarakat dan pemimpinnya sangat kuat.
Surabaya akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1743, setelah mengalami serangkaian konflik dengan Kesultanan Mataram dan pasukan Belanda. Sejak saat itu, Surabaya berkembang sebagai kota kolonial dengan infrastruktur pelabuhan dan pemerintahan modern.
Belanda menjadikan Surabaya sebagai pusat militer dan ekonomi di wilayah timur Nusantara. Pelabuhan Tanjung Perak yang dibangun pada akhir abad ke-19 menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di Hindia Belanda, menghubungkan Indonesia dengan Eropa dan Asia.
Bangunan-bangunan berarsitektur kolonial mulai bermunculan di sepanjang Kalimas dan Jalan Rajawali, yang sebagian masih bisa kita lihat hingga kini sebagai warisan sejarah.
Masa Pendudukan Jepang
Surabaya mengalami masa sulit selama pendudukan Jepang (1942–1945). Jepang mengambil alih kekuasaan dari Belanda dan mengubah fungsi banyak fasilitas, termasuk menjadikan Surabaya sebagai basis logistik militer.
Masyarakat Surabaya dipaksa bekerja sebagai HONDA138 romusha (buruh paksa), dan kehidupan ekonomi pun hancur karena kekurangan pangan serta penindasan militer. Namun, masa ini juga menjadi masa bangkitnya kesadaran nasionalisme rakyat, yang nantinya menjadi dasar perjuangan kemerdekaan.
Peristiwa 10 November dan Gelar Kota Pahlawan
Puncak dari perjuangan rakyat Surabaya terjadi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Saat itu, rakyat Surabaya dengan semangat tinggi menolak kembalinya penjajahan oleh Belanda dan sekutunya, terutama tentara Inggris yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies).
Ketegangan memuncak ketika pemimpin pejuang Surabaya, Brigadir Jenderal Mallaby, terbunuh dalam bentrokan pada 30 Oktober 1945. Sebagai balasan, Inggris melancarkan serangan besar-besaran ke Surabaya pada 10 November 1945, dengan pasukan darat, laut, dan udara.
Meski tidak seimbang dari segi senjata, rakyat Surabaya bertempur mati-matian mempertahankan kemerdekaan. Dipimpin tokoh-tokoh seperti Bung Tomo, perlawanan rakyat Surabaya menjadi simbol keberanian luar biasa.
Pertempuran ini menyebabkan ribuan korban jiwa, namun sekaligus menunjukkan tekad bangsa Indonesia kepada dunia. Karena keberanian dan semangat perjuangan inilah, Surabaya dianugerahi gelar “Kota Pahlawan”, dan tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional setiap tahunnya.
Surabaya di Era Kemerdekaan
Pasca kemerdekaan, Surabaya berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pendidikan di kawasan timur Indonesia. Pemerintah membangun infrastruktur modern seperti Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura, Bandara Internasional Juanda, dan Pelabuhan Tanjung Perak yang terus diperluas.
Surabaya juga menjadi pusat perguruan tinggi ternama seperti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan berbagai lembaga pendidikan lainnya.
Kota ini berhasil memadukan warisan sejarah dengan kemajuan modern. Kawasan seperti Tunjungan, Jembatan Merah, Kampung Lawas Maspati, dan Museum 10 November tetap dipertahankan sebagai bagian dari identitas kota.
Surabaya Masa Kini: Kota Metropolitan Modern
Saat ini, Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota ini dikenal dengan pembangunan infrastrukturnya yang masif, taman-taman kota yang hijau dan bersih, serta pelayanan publik yang semakin baik.
Di bawah kepemimpinan Wali Kota seperti Tri Rismaharini dan penerusnya, Surabaya mengalami transformasi menjadi kota yang ramah lingkungan dan berorientasi pada pelayanan publik. Kota ini juga menjadi tuan rumah berbagai acara internasional dan nasional seperti Piala Dunia U-17, Surabaya Cross Culture Festival, dan Startup Ecosystem Gathering.
Kesimpulan
Sejarah Surabaya adalah cermin dari perjalanan panjang bangsa Indonesia. Dari mitos ikan hiu dan buaya, pelabuhan penting zaman Majapahit, kota kolonial Belanda, medan tempur heroik di masa revolusi, hingga menjadi kota metropolitan modern—semua tersimpan dalam jejak langkah Kota Pahlawan ini.
Surabaya bukan hanya simbol keberanian, tetapi juga contoh bagaimana kota bisa tumbuh dengan menjaga akar sejarah dan budaya. Dengan semangat “Arek Suroboyo” yang dikenal berani dan pantang menyerah, Surabaya akan terus maju dan menjadi bagian penting dari masa depan Indonesia.