Pendahuluan
Kota Tomohon merupakan salah satu kota di Provinsi Sulawesi Utara yang dikenal dengan udara sejuk, keindahan alam pegunungan, serta budaya masyarakat Minahasa yang khas. Kota ini terletak di antara dua gunung berapi, yaitu Gunung Lokon dan Gunung Mahawu, sehingga sejak dulu menjadi kawasan yang subur dan cocok untuk pemukiman. Sejarah Tomohon sangat erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat Minahasa, masuknya pengaruh kolonial Belanda, penyebaran agama Kristen, hingga terbentuknya Tomohon sebagai kota modern. Artikel ini akan membahas perjalanan panjang sejarah Tomohon dari masa awal hingga era sekarang.

Asal Usul Nama dan Peradaban Awal
Nama Tomohon diyakini berasal dari kata dalam bahasa Tombulu, salah satu sub-etnis Minahasa, yaitu Tou Mu’ung yang berarti “orang-orang yang bersatu atau berkumpul di tempat tinggi”. Hal ini merujuk pada kondisi geografis Tomohon yang terletak di dataran tinggi Minahasa. Dalam perkembangannya, sebutan itu mengalami perubahan fonetik hingga menjadi Tomohon seperti yang dikenal saat ini.
Masyarakat awal Tomohon merupakan bagian dari suku Minahasa, khususnya sub-etnis Tombulu. Mereka hidup dengan bercocok tanam, memanfaatkan tanah subur dari lereng gunung. Sistem kehidupan masyarakat ditata dengan walak, yaitu bentuk pemerintahan tradisional Minahasa yang dipimpin oleh seorang kepala walak. Tomohon termasuk dalam wilayah Walak Tombulu, yang kemudian berperan besar dalam sejarah Minahasa.
Masa Kolonial Belanda
Pada abad ke-17, bangsa Eropa mulai hadir di Minahasa. Belanda melalui VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) masuk untuk menguasai perdagangan rempah-rempah. Walau pusat aktivitas VOC berada di Manado, pengaruh kolonial juga terasa di wilayah Tomohon.
Salah satu momen penting adalah Perang Minahasa (1809–1811) yang melibatkan rakyat Minahasa melawan Belanda. Masyarakat Tomohon, sebagai bagian dari walak Tombulu, ikut serta dalam perjuangan melawan dominasi kolonial. Namun setelah perjanjian damai, Belanda semakin menancapkan kekuasaan dan menjadikan Minahasa sebagai daerah yang relatif “tenang” dibanding wilayah lain di Indonesia.
Pada abad ke-19, Belanda mulai memperhatikan Tomohon sebagai kawasan strategis di dataran tinggi. Keindahan alam dan udara sejuk menjadikannya tempat peristirahatan bagi pejabat kolonial. Selain itu, Belanda juga mengembangkan sistem pendidikan di Minahasa, dan Tomohon menjadi salah satu pusat penting.
Peran Misionaris dan Kristenisasi
Sejarah Tomohon tidak bisa dipisahkan dari peran misionaris Kristen yang datang bersama kolonial Belanda. Pada tahun 1831, Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz, misionaris dari Jerman yang bekerja di bawah Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), mulai menyebarkan ajaran Kristen di wilayah Tombulu. Tomohon menjadi salah satu basis utama kegiatan mereka.
Para misionaris bukan hanya menyebarkan agama, tetapi juga memperkenalkan pendidikan formal. Sekolah-sekolah didirikan, dan masyarakat Tomohon mulai mengenal baca tulis dalam bahasa Latin. Hal ini menjadi awal mula Tomohon dikenal sebagai kota pendidikan di Minahasa. Tidak hanya itu, mereka juga memperkenalkan tanaman baru seperti kopi dan vanili yang kemudian menjadi komoditas unggulan di daerah tersebut.
Kristenisasi membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Gereja menjadi pusat kegiatan masyarakat, dan hingga kini Tomohon dikenal sebagai salah satu kota dengan mayoritas penduduk Kristen Protestan di Indonesia.
Tomohon dalam Masa Perang Dunia II
Pada masa Perang Dunia II, Tomohon mengalami perubahan besar ketika Jepang menduduki Sulawesi Utara pada tahun 1942. Kota ini yang berada di dataran tinggi dijadikan sebagai salah satu basis pertahanan Jepang. Banyak masyarakat Tomohon yang dipaksa menjadi pekerja romusha untuk kepentingan militer Jepang.
Meski demikian, semangat perlawanan rakyat tidak pernah padam. Setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945, rakyat Tomohon bersama masyarakat Minahasa lainnya menyambut proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun, pasca-proklamasi, situasi belum sepenuhnya stabil karena Belanda sempat berusaha kembali menguasai Sulawesi Utara melalui agresi militer.
Peran Tomohon dalam Sejarah Nasional
Masyarakat Minahasa, termasuk Tomohon, memiliki peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Banyak pemuda asal Tomohon bergabung dalam pasukan KRI (Kristen Republik Indonesia) yang mendukung Republik. Tidak sedikit juga yang terlibat dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah kemerdekaan.
Selain itu, Tomohon dikenal sebagai salah satu pusat intelektual di Minahasa. Pendidikan yang diperkenalkan oleh misionaris dan Belanda melahirkan generasi terpelajar yang kemudian berperan di tingkat nasional, baik dalam bidang militer, pendidikan, maupun pemerintahan.
Tomohon dalam Administrasi Modern
Awalnya, Tomohon merupakan bagian dari Kabupaten Minahasa. Namun, perkembangan HONDA138 yang pesat baik dari sisi jumlah penduduk, pendidikan, maupun ekonomi, mendorong perlunya status administratif yang lebih mandiri.
Pada tahun 2003, Tomohon resmi ditetapkan sebagai kota otonom melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003. Dengan luas wilayah sekitar 147 km², Tomohon terbagi menjadi lima kecamatan: Tomohon Utara, Tomohon Timur, Tomohon Tengah, Tomohon Barat, dan Tomohon Selatan. Sejak saat itu, pembangunan infrastruktur, pendidikan, serta pariwisata di Tomohon semakin berkembang.
Kota Pendidikan dan Religi
Sejak masa kolonial, Tomohon sudah dikenal sebagai kota pendidikan. Salah satu institusi terkenal adalah Sekolah Theologi (STT) Tomohon yang berdiri sejak abad ke-20. Selain itu, banyak sekolah menengah dan perguruan tinggi lain berkembang di kota ini, menjadikan Tomohon sebagai salah satu pusat pendidikan di Sulawesi Utara.
Tomohon juga dikenal sebagai Kota Religi karena jumlah gereja yang sangat banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk. Hampir di setiap sudut kota terdapat gereja, yang menjadi simbol kuatnya pengaruh Kristen dalam kehidupan masyarakat.
Budaya dan Tradisi
Sejarah panjang Tomohon melahirkan kebudayaan yang khas. Salah satunya adalah tradisi musik bambu, tarian kabasaran (tarian perang Minahasa), serta upacara adat yang masih lestari hingga kini. Tomohon juga terkenal dengan Pasar Ekstrem, yang meski kontroversial, mencerminkan kebiasaan kuliner masyarakat setempat yang terbentuk dari sejarah panjang interaksi dengan alam.
Selain itu, Tomohon dikenal dengan Festival Bunga Internasional Tomohon (Tomohon International Flower Festival – TIFF) yang dimulai sejak 2008. Festival ini menampilkan parade bunga, pameran budaya, hingga atraksi seni yang menarik wisatawan mancanegara. Tradisi ini memperkuat identitas Tomohon sebagai kota budaya dan pariwisata.
Era Modern dan Tantangan
Kini, Tomohon dikenal sebagai kota yang sejuk dengan potensi wisata alam yang luar biasa, mulai dari Danau Linow, Gunung Lokon, Gunung Mahawu, hingga pemandian air panas. Di sisi lain, Tomohon terus mengembangkan sektor pendidikan dan pariwisata sebagai penggerak ekonomi utama.
Namun, Tomohon juga menghadapi tantangan, terutama letaknya yang berada di kawasan gunung berapi aktif. Erupsi Gunung Lokon beberapa kali menimbulkan dampak bagi masyarakat. Selain itu, urbanisasi dan perkembangan modern membawa tantangan baru dalam menjaga kelestarian budaya Minahasa.
Penutup
Sejarah Kota Tomohon adalah perjalanan panjang dari sebuah wilayah adat Tombulu yang kemudian berkembang menjadi pusat misi Kristen, kota pendidikan, hingga kota otonom modern. Pengaruh kolonial Belanda, peran misionaris Jerman, perjuangan rakyat pada masa perang, serta perkembangan pariwisata dan pendidikan menjadikan Tomohon memiliki identitas unik di Sulawesi Utara.
Sebagai kota yang dijuluki “Kota Pendidikan dan Religi”, Tomohon tidak hanya dikenal karena sejarahnya, tetapi juga karena perannya dalam melahirkan generasi penerus bangsa. Dengan warisan budaya Minahasa, kekayaan alam, dan semangat masyarakatnya, Tomohon terus melangkah menuju masa depan sebagai salah satu kota penting di Indonesia Timur.